Jumat, 08 Januari 2016

Budaya

   Taboo indicators and garden lacation mines

                        Bwe, Te, Dakawu dan Nagaramamu

Ada beberapa tanda atau penanda yang digunakan  untuk mencegah  kecurian atau perusakan kebun seseorang. Tanda ini disebut Bwe, yang dibuat dari dua batang kayu yang bersilang, menunjukan bila berjalan di kebun/ tempat tersebut itu dilarang. Masyarakat   setempat  percaya bahwa jika melanggar tanda tersebut , mereka /orang yang melanggar  akan dipagut ular. Hal ini  (dipagut ular)  tidak dapat terjadi pada pemilik atau penjaga kebun tersebut jika melalui atau melanggar tanda larang tersebut. Pemilik kebun juga memasang ranjau (Dakawu )  di kebun. Ranjau tersebut dibuat dari ranting kayu yang tajam (Te)  dan tulang ikan (Nagaramamu). Tujuannya untuk melukai si Pelanggar atau si Maling. Demikian, ranjau tersebut dibuat untuk mengenali si Pelaku. Jika di kebun dipasang jebakan, si Pemilik akan memasang tanda peringatan pada tempat/jalan masuk kebun yang dibentuk dari ikatan rumput yang digantung pada sebatang  pohon/kayu. 

Sabtu, 07 November 2015

PUSAT KENIKMATAN DAN KECANDUAN


    Dopamin adalah suatu neurotransmiter yang membantu mengontrol pusat kepuasan dan kesenangan di otak. Dopamin juga membantu mengatur tindakan dan tanggapan emosional, sehingga memungkinkan kita untuk tidak hanya mengapresiasi penghargaan, tetapi juga mengambil tindakan untuk meraihnya.

      Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan kognisi, gerakan sukarela, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin (yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu, neuron yang utama adalah dopamin neurotransmitter) yang hadir terutama di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars compacta, dan inti arkuata dari hipotalamus.



Gambar : jalur kerja neurotransmiter dopamin pada otak.

   
   Kecanduan adalah kesalahan fungsi dari stimulasi nafsu pada otak manusia. Kecanduan bisa terhadap suatu aktivitas seperti olah raga tertentu, menyanyi, makan dan minum, berjudi, aktivitas seksual, dll., yang pada klimaksnya yang bersangkutan merasa terpuaskan. Ini terjadi karena terdapat banyak dopamin pada keadaan klimaks tersebut. Kemudian kecanduan bisa juga terhadap suatu zat stimulan seperti kopi, narkotika, alkohol, dan tidak ketinggalan;rokok. Yang karena keberadaan zat stimulan tersebutlah terjadi peningkatan jumlah dopamin.
   
   Kita membutuhkan dopamin untuk belajar, mengingat, termotivasi, dan berkonsterasi terhadap jalannya kehidupan. Tapi zat stimulan tadi membajak pabrik dopamin dan mengakibatkan tubuh memproduksi 5 sampai 10 kali lebih banyak dopamin. Kondisi ini membuat reseptor dopamin di otak menjadi rusak dan pada akhirnya tubuh hanya bisa berfungsi bila mendapatkan dopamin dalam jumlah banyak. Ini artinya, tanpa zat stimulan, akan terbentuk kondisi ‘kekurangan’ dopamin sehingga seorang pecandu kehilangan fungsinya untuk belajar, mengingat, termotivasi, berkonsentrasi sampai bisa menyebabkan dirinya menjadi galau dan mellow.
   
   Kejadian yang tidak jauh berbeda terjadi pada orang yang obesitas, yang tidak dapat menekan nafsunya untuk terus makan. Bagi mereka, makanan adalah zat stimulan tersebut, yang hanya dengan keberadaan makanan baru terjadi kondisi ‘cukup’ dopamin sehingga yang bersangkutan merasa puas. Kondisi kebanjiran dopamin ini merusak reseptor dopamin sehingga tanpa adanya banyak makanan, yang bersangkutan tidak dapat berfungsi dalam hidupnya.
 
   Dopamin adalah alasan mengapa sangat sulit meninggalkan kebiasaan buruk atau suatu kecanduan terhadap sesuatu. Saat tubuh merasa senang dengan kondisi ‘kebanjiran dopamin’ otak akan mencatat dan mengingatnya dan membuat yang bersangkutan terdorong untuk melakukannya lagi. Meninggalkan kecanduan bisa jadi sesulit menghilangkan suatu ingatan dari otak kita. Pada kasus kecanduan, dopamin tidak hanya sebagai pembawa pesan terhadap apa yang dirasakan enak, tapi juga memberi tahu otak mana hal yang penting dan harus menjadi perhatiannya. Sehingga melawan suatu kecanduan bukan sekedar niat, tapi juga proses mentransformasi tubuh, jiwa, dan hidup yang bersangkutan dengan menggantikan ‘pencetus rasa senang’ tadi dengan sesuatu yang baru, yang dapat menggantikan ‘hal penting’ yang harus diperhatikan oleh otaknya.

Sabtu, 18 April 2015

AraBodigHerbal tidak membunuh virus HIV tetapi menghambat proses replikasinya.

AraBodigHerbal tidak membunuh virus HIV tetapi menghambat proses replikasinya.

                  Gambar: Ficus carica


Buah tin atau dikenal dengan nama ilmiah ficus carica adalah tumbuhan berbunga. Tumbuhan ini memiliki kadar senyawa antioksidan yang tinggi. Di mana antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat menjaga agar sel-sel tubuh tetap sehat dan tidak mengalami kerusakan atau kematian sel.
       Arabodigherbal adalah salah satu obat herbal yang dibuat dari ekstrak tanaman ficus carica. Arabodigherbal ini digunakan di Papua untuk terapi penyakit HIV & AIDS. Dikatakan bahwa banyak orang telah sembuh dari penyakit HIV & AIDS.

       Apakah itu memang benar-benar sembuh…?

      Ternyata dalam tanaman ficus carica atau bahan baku dari Arabodigherbal adalah tinggi antioksidan. Dimana telah diulas sedikit tentang antioksidan yaitu senyawa-senyawa yang dapat menjaga agar tidak terjadi kerusakan atau kematian sel akibat radikal bebas atau karena suatu proses penyakit. Salah satu antioksidan yang paling banyak terdapat dalam tanaman ficus carica adalah polifenol.
       Senyawa – senyawa Polifenol berperan sebagai antioksidan yang baik untuk tubuh. Polifenol melindungi sel dan substansi kimia dalam tubuh dari radikal bebas, atom reaktif yang merusak jaringan-jaringan dalam tubuh.
       Polifenol juga dapat menghambat enzim yang diperlukan sel kanker untuk tumbuh. Polifenol juga dapat melemahkan substansi yang menyebabkan tumbuhnya kanker.
       Polifenol yang merupakan zat aktif yang  dapat menginhibisi kompleks protease dari virus HIV. Protease adalah suatu enzim mengkatalisis proteolisis, proses ireversibel yang memecah protein menjadi asam amino komponennya. Artinya enzim ini membantu dalam proses pelepasan virus-virus dari dalam sel yang diinfeksinya menjadi virus-virus   baru dan akan menginfeksi sel-sel tubuh yang lain.
       AraBodigHerbal bekerja melawan virus HIV pada proses replikasi atau proses perkembangbiakan virus HIV bukan membunuh virusnya. Senyawa polifenol dari AraBodigHerbal bekerja sebagai protease inhibitor  atau penghambat proses pelepasan virus-virus baru dari sel yang terinfeksi.jadi seseorang sebenarnya tidak sembuh dari penyakit HIV & AIDS tetapi hanya mengalami penurunan kadar virus dalam tubuh sehingga kualitas hidupnya dapat membaik.


             
                         Gambar: replikasi virus HIV


       Sebenarnya cara kerja dari AraBodigHerbal sama seperti obat-obat ARV (antiretroviral) misalnya: Atazanavir (ATV), Darunavir (DRV), Fosamprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir (LPV), Nelfinavir (NFV), Ritonavir (RTV), Saquinavir (SQV), Tipranavir (TPV).

       Jadi, AraBodigHeral tidak membunuh virus HIV tetapi memperlambat proses replikasi virus HIV. Dengan demikian jumlah virus akan berkurang dan kualitas hidup seseorang  yang terinfeksi dapat membaik. Seseorang akan tetap hidup dengan sejumlah virus HIV dalam tubuhnya. 

       

Rabu, 01 April 2015

MIFEE penipu dan perusak tanah Malind


MIFEE penipu dan perusak tanah Malind


                                               

Pada akhir 2007, kabupaten Merauke merencanaka membangun sebuah projek untuk produksi pangan dan energi yang disebut MIFEE (The Merauke Integrated  Foot And Energy State). Projek ini dilakukan di tiga kabupaten (Merauke,Mappi, Boven Digoel) dan ini merupakan rencana pemerintah pusat dalam mengembangkan kawasan agrikulturan di kawasan pinggiran.
Targetnya adalah agar Indonesia mampu menjadi negara yang berkecukupan dalam hal produksi pangan dan energy, bahkan menjadi eksportir seperti yang disampaikan oleh presiden RI yang menjabat saat itu bahwa “member makan Indonesia kemudian member makan dunia”
        Faktanya,kehadiran projek MIFEE  tidak menghargai hak-hak masyarakat adat Malind yaitu dengan mengambil lahan projek dan mengoperasi programnya (penebangan hutan) tanpa sepengetahuan dan  ijin dari masyarakat adat setempat. Bahkan saat ini masyarakat adat setempat menderita dampak dari deforestasi yaitu sulitnya mencari makanan, dimana kita tahu bahwa masyarakat adat yang menghuni daerah tersebut hidup meramu dan berburu binatang. Kini mereka sulit untuk bertahan hidup.



Gambar : sebelum MIFEE beroperasi 


                    Gamabar : setelah MIFEE beroperasi

        Menurut adat suku Malind,masyarakat adat memiliki hak atas tanah adat yang dikenal dengan hak ulayat. Masing-masing marga memiliki hak atas tanahnya. Jika ada perusahaan  yang ingin memasuki wilayah marga tertentu maka mereka harus bermusyawara untuk mengambil suatu keputusan bersama dan menentukan ijin atau tidak.
Namun, MIFEE masuk dengan cara kotor. MIFEE menjanjikan mereka bahwa kelak hidup mereka akan berubah,makmur dan sejahtera. Kini yang hanya ada yaitu kemiskinan dan kerusakan alam belaka.
Pemerintah harus mempertanggungjawabkan hal-hal tersebut karena ulah dari program mereka.

        

Senin, 30 Maret 2015

Kimaam, Merauke, Papua

Kaya Tapi Miskin



Pulau kimaam,yang juga disebut pulau Dolok, pulau Kolepom, Pulau Frederik Henrdik, pulau Yosudarso dengan luas wilayah  14.357 km2. Se
bagian besar daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Pulau ini tebentuk karena sedimen endapan sungai Digul. Oleh karena itu, bagian selatan dan tengah pulau Kimaam memiliki ketinggian lebih tinggi daripada wilayah selatan dan barat. Pulau Kimaam adalah daerah rawa yang terdiri dari ekositem tumbuhan mangrov, savana, rawa dan hutan hijau.
        Adalah pulau yang diberkati dengan sumber daya alam yang melimpah. Sekilas melihat,pulau ini boleh dikatan sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati  fauna seperti burung, ikan, buaya rusa dan kanguru. Wilayah pantai selatan pulau Kimaam merupakan habitat utama bagi berbagai jenis buaya.
        Ditinjau dari ilmu hidrologi (ilmu tentang air) dan sejumlah besar tanaman mangrove yang tumbuh sepanjang pesisir,wilayah tersebut merupakan tempat yang ideal untuk kehidupan fauna laut seperti ikan, udang dan kepiting.
        Pulau kimaam ‘’Kaya Tetapi Miskin’’, masyarakatnya mengalami sejumlah masalah seperti kurangnya sumber daya manusia, sulit mengakses pelayanan kesehatan dan minimnya fasilitas kesehatan,kematian ibu dan anak yang masih tinggi, sebagian besar dari mereka yang masih buta huruf-tingginya tingkat kemiskinan. Singkaynya, kekayaan sumber daya alam tidak membawah kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat adat.
        Pada tahun 2006, Sekretatiat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke (SKP-KAM) menerbitkan sebuah tulisan tentang “kehidupan dan konflik sumber daya alam di Kimaam’’. Tulisan tersebut menceriterakan tentang kehidupan masayarakat Kimaam yang dikelilingi dengan konflik sumber daya alam. Hal itu menggambarkan bahwa,akibat  kesalahan kebijakan pemerintah daerah sehingga menyebabkan konflik antar suku seperti pada tahun 2003 Maskura berdarah dan Korimen-Kontuar berdarah 2001-2003. Latar belakang peristiwa berdarah tersebut karena tuntutan masyarakat terhadap hak dan harga diri mereka yang yang diinjak-injak dan perampasan hak ulayat mereka.
        Fakta lain yang perlu menjadi perhatian bahwa, akibat minimnya fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan anak yang juga disebabkan oleh kekurangan gizi.
 Haruslah memahami bahwa, itu bukan kehendak Tuhan kepada mereka tetapi, penyebabnya adalah kesalahan dan kelalaian kebijakan pemerintah.
Paulus Levitar, warga kampung Waan yang juga bertugas di daerah terpencil itu sebagai tenaga guru sukarela mengatakan bahwa ‘’ jika kami sakit, pecahan botol adalah obat kami. Kami menggunakan pecahan botol untuk mengiris tubuh kami sehingga darah kotor yang menyebabkan penyakit keluar. Dokter , Perawar dan staf medis lainnya hamper tidak pernah mengunjungi kami’’.
Kondisi kesehatan yang buruk ini diperparah lagi oleh karena tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan  yang buruk. Tingkat  buta huruf yang tinggi ini juga disebabkan karena guru yang mengajar di sana selalu lalai dan meninggalkan profesi mereka sehingga kekurangan tenaga guru dan akhirnya proses belajar-mengajar tidak berjalan dengan baik.

Harapan mereka ke depannya, semoga setiap kebijakan pemerintah yang seharunya bertujuan mensejahterakan dan mengahragai hah-hak mereka dapat menyentuh dan mereka rasakan. 

KEHADIRAN NON-PAPUA

                       Kimaam, Merauke, Papua




‘’Mesti  tinggal berdampingan tetapi saling menghormati satu sama lain, bukan saling membunuh. Tolong hargai kami sebagai suku asli penduduk setempat (suku kimaam).’’

Pantai selatan Pulau Kimaam kaya akan sumber daya laut. Ini menarik banyak orang untuk datang, menciptakan populasi yang lebih heterogen. Sebagian besar non-Papua yang datang ke Kimaam iIsland berasal dari Bugis, Makasar, Maluku dan Jawa. Mereka tinggal di pantai utara pulau, terutama di desa Waan dan Konorau. Dengan peningkatan ekonomi sebagai motif utama mereka, mereka datang untuk mencari sumber daya laut seperti ikan dan buaya yang kemudian mereka jual ke kapal nelayan dari PT. Djarma Aru. Mereka juga biasanya melakukan sistem barter berubah untuk dijual hal-hal dengan sumber daya tangkapan masyarakat.

Beberapa hal yang disayangkan lagi bahwa, para pedagang (non-Papua)  yang berdatangan berdagang di sana membeli hasil orang kampung (orang asli setempat) dengan harga yang tidak semestinya (harga yang sangat murah). Misalkan harga daging rusa yang dijual di Merauke Rp 50.000.00,-  per kg,mereka membelinya dari orang kampung dengan harga 12.000,00,- per kg. Juga sistem barter, barang yang mereka tukarkan kepada orang kampung tidak sesuai dengan harganya,misalnya: kelapa tua lima buah harganya sebanding dengan sebuah permen karet.

Masih banyak hal lain yang terjadi di sana dengan kehadiran non-Papua dan perlakuan mereka terhadap masyarakat setempat. Mungkin itu hanya sebagian kecil dari ketidak kemanusiaan yang terjadi di sana.


Minggu, 29 Maret 2015

Konflik Sumber Daya Alam






 kimaam,Mearuke,Papua


Konflik Sumber Daya Alam


 
Pada tanggal 21 Desember 2006, sebuah insiden penyiksaan terjadi terhadap 14 Konorau desa pantai selatan Pulau Kimaam. Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh SKP-KAM 09-15 Februari 2007, itu menunjukkan bahwa pelakunya adalah Thomas Wanggai, seorang perwira militer Indonesia, Abukasim (Maluku).

 Motif utama berkaitan dengan sumber daya alam yang menguntungkan pulau Kimaam. Pertanyaannya adalah, mengapa sumber daya alam harus menjadi faktor pemicu kekerasan di daerah? Jawabannya terletak pada fakta bahwa pantai selatan Pulau Kimaam terkenal sumber daya alamnya. Kekayaan ini telah menginspirasi banyak orang, khususnya non-Papua untuk datang dan mengambil sumber daya yang tersedia seperti ikan, udang dan buaya. Kehadiran non-Papua telah menyebabkan  orang asli Kimaam menjadi terpinggirkan. Marjinalisasi ini telah menyentuh semua aspek seperti ekonomi, pendidikan dan kebudayaan sebagai akibat dari SDM (sumber daya manusia) orang Kimaam yang sangat  disayangkan dibandingkan dengan non-Papua. Orang pendatang mulai menggunakan dan memanipulasi asli orang Kimaam. Ini kecacatan asli Kimaam yang jelas ditunjukkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mengelola sumber daya alam mereka. Pertanyaannya adalah: mengapa masyarakat pribumi tidak  mampu mengelola sumber dayanya sendiri? jawabannya adalah kurangnya SDM yang dimiliki oleh orang Kimaam.